oleh

Syarifudin Mbeo, Memilih Jalan Pengabdian Jadi Calon Kades Onepute

Morowali Utara — Di balik tumpukan ikan segar dan hiruk-pikuk pasar tradisional, berdiri sosok sederhana yang penuh semangat pengabdian. Ia adalah Syarifudin Mbeo, atau akrab disapa Fudin, seorang penjual ikan asal Desa Onepute, Kecamatan Petasia Barat, yang kini dikenal sebagai tokoh muda penuh inspirasi di tanah kelahirannya.

Lahir di Onepute pada 14 April 1981 (44 tahun), Fudin tumbuh di bantaran sungai Laa — lingkungan yang akrab dengan kerasnya perjuangan hidup dan terjangan banjir. Dari pekerjaan menjajakan ikan hasil tangkapan nelayan tradisional, ia belajar tentang arti perjuangan, kejujuran, dan pentingnya saling menolong. Profesi itu masih ia jalani hingga kini — bukan sekadar mencari nafkah, tetapi juga menjadi ruang untuk terus dekat dengan masyarakat.

“Bagi saya, jual ikan bukan hanya soal untung dan rugi, tapi tentang hubungan antar manusia,” ujarnya suatu ketika kepada warga.

Kata-katanya bukan sekadar ungkapan. Dalam keseharian, banyak kisah kecil yang mencerminkan ketulusan hatinya. Salah satu warga bercerita, Fudin kerap meminjamkan mobil pribadinya yang biasa dipakai berjualan ikan kepada warga yang membutuhkan — bahkan di tengah malam — tanpa pamrih, tanpa banyak bicara.

Namun di balik sosok penjual ikan yang bersahaja itu, berdiri sebuah keluarga yang menjadi sumber kekuatan dan inspirasi terbesar dalam hidupnya. Sang istri tercinta, Yesni (Nining), selalu ada di sisinya, bukan hanya sebagai pendamping hidup, tetapi juga teman seperjuangan dalam setiap langkah pengabdian. Bersama dua putra mereka — Mohammad Farel dan Mohammad Falen — mereka tumbuh menjadi keluarga yang hangat, penuh kasih, dan sederhana.

Setiap hari, ketika Fudin kembali dari pasar dengan sisa aroma laut yang masih melekat di tangannya, Nining menyambutnya dengan senyum dan segelas kopi hangat. Di sela obrolan ringan, mereka saling berbagi cerita — tentang warga desa, tentang anak-anak, tentang harapan kecil yang ingin diwujudkan bersama. Kehidupan keluarga mereka sederhana, namun penuh makna dan ketulusan.

“Kalau bisa hidup dari kejujuran, maka di situlah berkahnya,” begitu prinsip yang selalu ia tanamkan kepada anak-anaknya. Dari rumah tempat keluarganya bertumbuh di Onepute itulah, nilai-nilai kerja keras, keikhlasan, dan gotong royong tumbuh menjadi bagian dari jati dirinya.

Perjalanan Fudin tidak berhenti di pasar ikan. Semangat untuk membangun desa mengantarkannya menapaki berbagai tanggung jawab sosial. Ia pernah menjabat sebagai perangkat desa, kepala dusun, dan pengurus LPMD, hingga akhirnya dipercaya menjadi Ketua Karang Taruna. Dalam setiap perannya, ia membawa semangat kebersamaan dan kepedulian — nilai-nilai yang sama yang ia pelajari dari kehidupan keluarganya.

Kini, di usia 44 tahun, Fudin siap melangkah lebih jauh. Ia mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Onepute tahun 2026 dengan niat tulus untuk mensejahterakan masyarakat, terutama para nelayan tradisional yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi desa.

“Desa ini punya banyak potensi, dari nelayan yang 90% jadi mata pencaharian, sampai anak mudanya. Saya ingin semuanya tumbuh bersama,” ungkapnya penuh keyakinan.

Di mata warga, Fudin bukan hanya penjual ikan, tetapi contoh nyata bahwa pengabdian tidak harus lahir dari kemewahan. Ia membuktikan bahwa dari kehidupan yang sederhana, dari keluarga yang hidup dengan cinta dan kejujuran, bisa tumbuh seorang pemimpin yang membawa harapan bagi banyak orang.

Karena bagi Fudin, keluarga adalah titik awal dari semua perjuangan — dan dari sanalah lahir kekuatan untuk mengabdi tanpa batas.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *