Morowali – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas III Kolonodale mendampingi Tim dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Sulawesi Tengah (Kanwil Kemenkumham Sulteng) melakukan survei terkait Barang Milik Negara (BMN) berupa aset tanah milik negara yang terletak dikabupaten Morowali. Kamis,(06/06).
Dalam kegiatan survei peninjauan aset tanah milik negara tersebut Kaur Tata Usaha Lapas Kelas III Kolonodale, Albert D Katuwu hadir langsung mendampingi tim dari Kanwil Kemenkumham Sulteng yang dipimpin oleh Kasubag Program dan Pelaporan, Verra Veronika, bersama Staf.
Peninjauan tanah milik negara tersebut yang berlokasi di Desa Bahomohoni, Kecamatan Bungku Tengah, Morowali, Sulawesi Tengah merupakan upaya yang dilakukan untuk memastikan pemanfaatan aset berupa lahan tersebut untuk pembangunan Lapas Morowali nantinya.
Kepala Lapas Kelas III Kolonodale Arifin Akhmad menjelaskan bahwa aset tanah hibah dari Pemda Morowali tersebut dimasa kepemimpinan beliau telah dilegalisasi dengan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) dari aset Barang Milik Daerah (BMD) menjadi Barang Milik Negara (BMN) Kementerian Hukum dan HAM RI terkhusus Lapas Kelas III Kolonodale yang diterbitkan menjadi dua Sertifikat yaitu masing-masing dengan No. Sertifikat 19.06.06.24.4.00027 seluas 16.964M2 dan No. Sertifikat 19.06.06.24.4.00026 seluas 24.233M2.”
“peninjauan ini merupakan tindaklanjut dari pemanfaatan tanah milik negara tersebut yang rencananya akan dimanfaatkan untuk pembangunan Lapas Morowali nantinya, terkait dengan terbitnya dua sertifikat pada tanah milik negara tersebut disebabkan oleh adanya aliran sungai yang membelah lokasi tanah tersebut,”jelas Arifin.
“Selain itu survei ini untuk melihat kontur tanah dan kondisi geografis dari tanah milik negara tersebut sebagai langkah awal proses pembuatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pembangunan Lapas Morowali,” lanjut beliau.
Sementara itu Verra Veronika yang memimpin tim survei dari Kanwil Kemenkumham Sulteng dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa proses survei tersebut dilakukan untuk mengetahui secara langsung kondisi tanah milik negara tersebut.
“Berdasarkan hasil peninjauan kami, lokasi tanah milik negara tersbut memiliki kontur yang miring membentuk cekungan yang dipisahkan oleh sebuah sungai sehingga diperlukan telaahan lebih lanjut terkait lokasi tersebut,” jelas Verra.
Beliau juga mengatakan lokasi tanah yang dipisahkan sungai dinilai kurang strategis karena dapat menimbulkan kerawanan. Sementara itu dalam pembangunan Lapas harus memperhatikan berbagai aspek terutama keamanan serta potensi-potensi kerawanan yang dapat terjadi, dengan adanya sungai tersebut potensi terjadinya erosi atau pengikisan tanah pada tepi sungai dan banjir dapat menjadi hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan AMDAL nantinya.
Setelah melaksanakan survei lapangan terkait kontur dan kondisi geografis tanah milik negara tersebut, Lapas Kolonodale mendampingi Tim dari Kanwil Kemenkumham Sulteng untuk melakukan koordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Morowali untuk memastikan tanah milik negara tersebut telah dilakukan penghapusan dari aset BMD Morowali dan telah dilakukan sudah tercatat di BMN Lapas Kolonodale.
Sementara itu Kakanwil Kemenkumham Sulteng Hermansyah siregar mengatakan bahwa tujuan dilaksanakannya survei ini merupakan langkah awal dari pemanfaatan tanah milik negara tersebut yang akan digunakan sebagai tempat pembangunan Lapas Morowali kedepannya.
“Semoga dengan terlaksananya kegiatan survei ini dapat mempercepat proses rencana pembangunan Lapas Morowali yang bertujuan untuk menangani dan meminimalisir overcrowding yang saat ini terus terjadi di Lapas Kolonodale,” tutup Hermansyah Siregar.