Padungku, Tradisi Ucapan Syukur Penuh Makna dari Suku Mori

oleh -237 Dilihat
oleh

Morowali Utara – Tradisi Padungku adalah bentuk ucapan syukur atas hasil panen. Jumat, 18 Juli 2025, padungku akan di laksanakan oleh desa-desa dalam lingkup Klasis Mohoni–Bungku, yang mencakup Desa Molino, Peboa, Mohoni, Molores, Keuno, dan sejumlah desa lainnya di Kabupaten Morowali.

Padungku merupakan tradisi turun-temurun dari Suku Mori, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial dan keagamaan mereka. Perayaan ini diawali dengan ibadah syukur di gereja, kemudian dilanjutkan dengan berbagai bentuk jamuan, baik secara komunal maupun di rumah-rumah warga.

Salah satu bentuk jamuan yang menjadi ciri khas Padungku di masa lalu adalah molimbu, yakni tradisi makan bersama di balai desa atau tempat umum lainnya. Dalam tradisi ini, seluruh warga berkumpul dan menyantap hidangan bersama sebagai wujud kebersamaan dan kekeluargaan. Namun, seiring perkembangan zaman, tradisi melimbu kini mulai jarang dilaksanakan. Meski demikian, masih ada beberapa desa yang tetap mempertahankannya dan melaksanakan setiap tahun sebagai bagian penting dari warisan budaya.

Setelah itu, warga biasanya menyambut tamu dari desa lain di rumah masing-masing, menyuguhkan hidangan khas seperti nasi bambu, winalu, dan pongas. Di beberapa tempat, juga masih dijumpai keberadaan minuman tradisional seperti arak dan Cap Tikus sebagai bagian dari jamuan, meskipun penggunaannya kini menjadi perhatian dalam menjaga nilai-nilai budaya yang lebih tertib dan sehat.

Menariknya, tradisi Padungku tidak hanya dikenal oleh Suku Mori di Morowali Utara. Masyarakat Suku Pamona di Kabupaten Poso juga melaksanakan tradisi serupa dengan nama dan makna yang sama—sebagai ungkapan syukur atas panen sekaligus ajang mempererat persaudaraan antarwarga.

Kedua suku ini, yang secara geografis hidup berdampingan di Sulawesi Tengah, memperlihatkan persamaan nilai budaya, meski memiliki kekhasan masing-masing dalam pelaksanaan. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi leluhur tetap dijaga dan dilestarikan dalam harmoni lintas wilayah dan komunitas.

Padungku dapat dilaksanakan secara serentak di tingkat klasis atau kecamatan, namun ada juga beberapa desa memilih menggelarnya secara mandiri, menyesuaikan dengan masa panen dan kesiapan warga.

Sebagai penutup perayaan, pada malam harinya biasanya diadakan tarian Dero bersama, salah satu tarian tradisional yang menggambarkan semangat kebersamaan dan sukacita. Dero menjadi simbol penutup yang mempererat ikatan sosial antarwarga dalam suasana penuh kegembiraan.

Lebih dari sekadar perayaan tahunan, Padungku mencerminkan rasa syukur, gotong royong, penghormatan terhadap alam, serta kecintaan masyarakat terhadap budaya warisan leluhur yang masih hidup hingga kini di tengah arus perubahan zaman.

No More Posts Available.

No more pages to load.