MOROWALI UTARA – Sosok Epy Bery menjadi sorotan pasca terjadinya bentrok antarwarga di Desa Keuno dan Bimorjaya (Masara), Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, pada Sabtu, 19 Juli 2025. Insiden berdarah tersebut menyisakan luka bagi dua komunitas yang sebelumnya hidup berdampingan. Kini, Epy Bery akhirnya angkat bicara, memecah keheningan yang menyelimuti namanya selama sepekan terakhir.
Dalam wawancara eksklusif yang dilakukan media ini pada Jumat, 25 Juli 2025, Epy menyampaikan rasa keprihatinannya atas insiden yang memicu luka dan ketegangan sosial itu. Ia juga membeberkan kronologi kejadian serta membantah sejumlah tudingan yang menurutnya tidak berdasar dan merugikan nama baiknya.
Kronologi Versi Epy Bery: “Tidak Ada Perencanaan, Semua Spontan”
Epy mengisahkan bahwa pada hari Sabtu, 19 Juli 2025, dirinya bersama rombongan dari Bimorjaya melakukan perjalanan ke Kantor Pos di Kolonodale untuk urusan pencairan dana bantuan. Mereka menggunakan dua mobil dan tiba di Kolonodale sekitar pukul 10.30 WITA. Setelah urusan selesai, rombongan kembali dan sempat singgah di Desa Mohoni untuk minum kopi dan berbincang santai.
“Saat kami lagi minum kopi, saya dapat telepon dari Pak Riyan, warga Bimor. Dia bilang, ‘Aduh mama, ini anak-anak ada bakalai, satu sudah kena tusuk.’ Saya langsung tanya siapa yang kena tusuk, tapi dia juga tidak tahu,” jelas Epy.
Ia lalu menjelaskan bahwa dalam mobil yang ditumpanginya turut serta dua adik perempuannya dan anaknya. Menurutnya, tidak ada perencanaan atau motif untuk membuat keributan. Keadaan kemudian berubah menjadi kacau,
“Saya suruh Samuel naik mobil, mau kita bawa lapor ke polisi. Tapi dia tidak mau. Sudah mabuk dan di bawah pengaruh alkohol. Mereka justru ribut di kompleks. Saya marah, tapi mereka tetap naik ke jalan cor PT. Gembha,” tutur Epy.
Situasi kemudian memanas ketika ada bapak-bapak dari Keuno datang membawa alat tajam. Bentrok pun tak terhindarkan. Akibat pertikaian tersebut, Samuel akhirnya diantar ke rumah sakit, dan Epy serta keluarganya memilih meninggalkan lokasi setelah menerima kabar bahwa massa tak terkendali.
“Pondok-pondok saya dibakar, motor saya juga. Kami terpaksa mengungsi ke Bimorjaya malam itu,” ungkapnya.
Bantahan: Tidak Pernah Kerahkan Massa
Epy menepis keras anggapan bahwa dirinya mengerahkan massa atau memprovokasi peristiwa itu. Ia menegaskan, kehadirannya di Morowali Utara bukan sebagai pendatang liar, melainkan melalui jalur resmi program transmigrasi pemerintah sejak tahun 1993.
“Saya ini bukan pendatang liar. Saya datang melalui program transmigrasi resmi dari Kementerian Transmigrasi. Sudah 32 tahun saya di sini, ikut membangun dan tinggal bersama warga lokal,” ujarnya.
Ia juga menolak tudingan bahwa ia mendatangkan orang luar ke wilayah tersebut. Menurutnya, pemuda-pemuda yang bekerja bersamanya datang atas inisiatif sendiri karena ingin mendapatkan pekerjaan.
“Saya tidak pernah mendatangkan anak-anak. Mereka sendiri yang datang dan minta pekerjaan, dan saya bantu,” tegasnya.
Dugaan Kepentingan Oknum, Bukan Konflik TPM
Dalam pandangannya, Epy menilai keributan tersebut tidak berkaitan langsung dengan PT. TPM. Namun ia menduga ada kepentingan dari oknum-oknum tertentu yang merasa terganggu dengan keberadaannya.
“Saya menduga ini ada kaitannya dengan kepentingan pribadi. Ada pihak-pihak yang pernah punya permintaan ke TPM tapi tidak terpenuhi. Mungkin selama saya ada, permintaan mereka tidak bisa dikabulkan, jadi mereka mau singkirkan saya dengan cara seperti ini,” ucapnya dengan nada tenang.
Komitmen Hukum dan Kepedulian Sosial
Meski diselimuti tuduhan, Epy menyatakan siap dan bersedia mengikuti proses hukum yang berjalan. Ia mengaku sangat prihatin terhadap korban luka-luka dan berharap tidak ada korban jiwa susulan akibat peristiwa tersebut.
“Saya akan kooperatif. Sebagai warga negara yang baik, saya hormati proses hukum. Saya juga turut prihatin kepada korban. Ini bukan yang kami inginkan,” katanya.
Hingga berita ini ditulis, pihak Kepolisian Resor Morowali Utara telah menetapkan dan mengamankan sedikitnya 10 orang tersangka yang terlibat langsung dalam peristiwa bentrokan tersebut. Polisi masih mendalami motif dan peran masing-masing pihak dalam konflik yang memanas secara tiba-tiba ini.
Kasus bentrokan di Desa Keuno dan Bimorjaya menjadi tamparan keras bagi upaya menjaga kerukunan sosial di Morowali Utara. Dalam suasana yang masih tegang, pernyataan terbuka dari tokoh seperti Epy Bery memberi harapan bahwa semua pihak bersedia menempuh jalur hukum dan dialog damai.
Pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan aparat keamanan diharapkan terus aktif menengahi serta mengedepankan pendekatan kemanusiaan dan keadilan agar konflik tidak meluas. Apapun latar belakangnya, kekerasan tidak akan pernah menjadi solusi.
(Hendly Mangkali)