Sidang Kasus Korupsi Perjalanan Dinas di Morowali Utara, Lima Saksi Dihadirkan

oleh -200 Dilihat
oleh

Palu – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Palu kembali menggelar sidang kasus dugaan korupsi belanja barang dan jasa di lingkup Bagian Umum dan Perlengkapan Sekretariat Daerah Kabupaten Morowali Utara (Morut) tahun anggaran 2020. Dalam persidangan yang digelar Senin (16/6), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan lima orang saksi untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim.

Tiga terdakwa dalam perkara ini adalah mantan Bupati Morut Moh Asrar Abd Samad, mantan Kabag Umum Rijal Thaib Sehi, serta mantan bendahara bagian tersebut, Asri Taufik. Ketiganya didakwa terkait penyalahgunaan dana sebesar Rp539.218.225, yang berasal dari Uang Persediaan (UP) tahun anggaran 2021 dan digunakan untuk membayar kegiatan tahun sebelumnya.

Lima saksi yang memberikan kesaksian antara lain Sekda Morut Moh. Guntur, Yalbert Tulaka, Rahmawati Donda, Ni Wayan Ariyani, dan Habrin. Menurut informasi dari ruang sidang, pemeriksaan terhadap Sekda dilakukan secara terpisah atas permintaan kuasa hukum terdakwa Asrar Abd Samad.

Dalam persidangan, terungkap bahwa sejumlah dokumen penting, termasuk dokumen APBD Perubahan 2020, telah disita oleh kejaksaan. Namun saat diminta ditampilkan oleh tim kuasa hukum terdakwa, JPU belum memperlihatkannya, menimbulkan tanda tanya di kalangan pembela.

Kesaksian para saksi banyak mengarah pada ketidaksesuaian antara pengeluaran dan aktivitas nyata yang terjadi. Misalnya, Yalbert Tulaka, mantan Sekda dan Penjabat Bupati Morut, mengaku tidak pernah menerima dana perjalanan dinas meskipun tercatat melakukan perjalanan ke beberapa kementerian. Hal serupa disampaikan oleh Rahmawati Donda, Kabag Protokol, yang membantah pernah menerima dana ataupun menandatangani kuitansi terkait perjalanan dinas.

Sementara itu, Ni Wayan Ariyani, seorang dokter umum di RSUD Kolonedale, menyatakan dirinya tidak pernah melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap terdakwa dengan biaya Rp30 juta sebagaimana tercatat dalam dokumen.

Pada sesi terpisah, Sekda Morut Musda Guntur menjelaskan bahwa pelaksanaan anggaran dijalankan dengan pembagian tugas di antara bagian terkait, terutama bagian keuangan. Ia juga mengungkapkan bahwa penggunaan dana UP sebesar Rp450 juta untuk membayar hak-hak bupati dan stafnya baru diketahuinya setelah mendapat laporan dari bendahara.

Menurut Musda, seharusnya tidak ada kekurangan anggaran sebesar Rp539 juta karena pertanggungjawaban keuangan seharusnya telah diselesaikan sebelum batas akhir penganggaran, yakni 30 November 2020. Ia menambahkan bahwa penggunaan dana dari anggaran 2021 untuk membayar kegiatan tahun 2020 tidak sesuai aturan.

Terdakwa Asrar Abd Samad membantah menerima surat resmi dari BPK terkait penggunaan dana tersebut. Ia menyatakan hanya dihubungi melalui telepon dan tidak pernah menerima teguran tertulis.

Kasus ini bermula dari pencairan dana UP sebesar Rp900 juta oleh Bagian Umum dan Perlengkapan Setda Morut. Dari jumlah tersebut, Rp648,9 juta digunakan untuk membayar perjalanan dinas. Rinciannya, sebesar Rp509,2 juta untuk perjalanan tahun 2020 yang dibayar pada tahun 2021, dan sisanya untuk perjalanan dinas tahun berjalan serta medical check up.

Asrar diduga memerintahkan Asri Taufik untuk membayar dana sebesar Rp450 juta, yang diklaim sebagai hak-haknya dari tahun sebelumnya. Pembayaran tersebut dilakukan atas arahan dari Rijal Thaib Sehi, yang juga menjadi terdakwa. Selain itu, terdapat juga pembayaran sebesar Rp89,2 juta untuk staf dan ajudan bupati.

Ketiganya kini dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.